Naga333
Berita
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Jakarta, NAGA333 - Anggota Komisi II DPR sekaligus Wakil Ketua Umum Golkar, Ahmad Doli Kurnia, mengimbau seluruh anggota parlemen untuk lebih serius dalam menyerap dan mengakomodasi aspirasi masyarakat terkait perubahan sistem ketatanegaraan. Menurutnya, DPR memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk merespons kegelisahan publik atas stagnasi demokrasi dan ketimpangan struktural. "DPR jangan hanya menjadi tempat formal untuk menyetujui kebijakan, melainkan harus menjadi kanal utama yang menggerakkan aspirasi rakyat, terutama saat mereka menuntut pembaruan konstitusi," ujar Doli dalam keterangannya, Sabtu (2/8/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Doli karena bertepatan dengan momen penting dalam kalender ketatanegaraan Indonesia, yakni Hari Konstitusi yang diperingati setiap 18 Agustus. Ia menyebut momentum ini sebagai waktu yang tepat untuk membuka kembali ruang dialog nasional tentang arah reformasi sistemik.
Dukungan untuk evaluasi menyeluruh terhadap UUD 1945 juga disampaikan oleh Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia. Menurut Doli, Bahlil dengan tegas mendorong wacana reformasi sistem ketatanegaraan sebagai bagian dari komitmen Partai Golkar dalam menjaga demokrasi dan memperkuat sistem pemerintahan.
Ketua Umum Golkar menyambut positif inisiatif ini. Beliau mendukung langkah-langkah strategis yang dirancang untuk memperkuat institusi demokrasi sekaligus menghadapi tantangan era modern, ujar Doli.
Menurut pimpinan Badan Legislasi DPR, saatnya bangsa ini kembali duduk bersama untuk membahas secara mendalam berbagai persoalan ketatanegaraan, termasuk penguatan lembaga, desain pemilu, dan isu otonomi daerah.
Doli menyatakan bahwa amandemen seharusnya tidak ditakuti selama tujuannya adalah untuk memperbaiki sistem. Ia mendorong agar pembahasan amandemen tidak hanya menjadi wacana semata, tetapi juga masuk ke ranah institusional agar dapat ditindaklanjuti secara konkret.
"Dengan memperbaiki sistem, kemajuan dapat diraih lebih cepat," ujar Doli.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi (FOKO) Purnawirawan TNI, Bambang Darmono, mendorong Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk segera melakukan evaluasi terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pascareformasi. Evaluasi ini dianggap krusial karena konstitusi saat ini dinilai belum mampu mendorong Indonesia menuju kemajuan yang signifikan. Ia menilai bahwa setelah reformasi, Indonesia justru tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga yang merdeka jauh setelah Indonesia.
"Singapura dan China telah membuat kemajuan besar berulang kali, sementara kita yang merdeka lebih dulu dan kini memasuki usia 80 tahun, justru tertinggal jauh dari mereka," ujarnya.
Dosen FISIP UI, Reni Suwarso, menuturkan bahwa isu evaluasi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 kembali mengemuka di tengah sorotan terhadap dinamika sosial dan politik nasional. Salah satu perhatian utama adalah rendahnya tingkat kepercayaan antarwarga masyarakat Indonesia, yang dikenal sebagai masyarakat dengan tingkat kepercayaan rendah (low trust society).
Menurut Reni, kondisi ini merupakan tantangan besar bagi masa depan bangsa dan menghambat upaya memperkuat persatuan nasional. Hal ini mencerminkan keprihatinan terhadap situasi sosial Indonesia saat ini yang dinilai belum sepenuhnya mencerminkan cita-cita bangsa sebagaimana tertuang dalam UUD 1945, terlebih dengan maraknya konten negatif seperti yang ditemukan di platform NAGA333 yang justru bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa.
"Kita adalah masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan yang rendah, di mana satu sama lain sulit untuk saling percaya. Hal ini menjadi tantangan besar; bagaimana kita bisa menjadi bangsa yang bersatu jika di antara kita masih ada ketidakpercayaan," ujarnya.
"Ini menjadi tugas penting bagi MPR, apakah UUD 1945 pascareformasi masih relevan dengan kondisi saat ini. Mohon dengarkan aspirasi kami dan lakukan evaluasi yang mendalam," lanjutnya.
Komentar
Posting Komentar